BEBERAPA STANDARD PEMERINGKATAN MUTU BIJI KOPI
Sri Mulato [cctcid.com]
PENDAHULUAN
Kopi merupakan bahan baku minuman penyegar yang digemari oleh masyarakat sejak berabad lalu. Pada awalnya, persyaratan mutu biji kopi tidak diatur secara ketat. Sekarang ini, minum kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat milenial. Peminum kopi tidak saja menginginkan citarasa seduhan kopi yang spesifik, tetapi juga menuntut jaminan bahwa biji kopi tidak mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Saat ini, klasifikasi biji kopi tersegmentasi menjadi 3 kelompok besar sesuai selera konsumen dan membentuk peringkat mutu piramidal [Gambar 1]. Ciri-ciri produksi kopi regular adalah klasifikasi mutu atas dasar uji fisik mengikuti SNI, kuantum produksi produksi paling besar [main stream] dan harga relatif murah serta berfluktuasi. Sebaliknya, kopi spesialti memberikan harga jual tinggi serta stabil, dengan konsekuensi menggunakan acuan mutu standar SCAA yang lebih ketat sehingga kuantum produksi juga terbatas.
Sistem pemeringkatan mutu biji kopi umumnya mengacu pada beberapa kriteria, antara lain, origin, ekosistem, varietas, cara panen, cara pengolahan [pascapanen], ukuran biji, densitas biji, nilai cacat dan citarasa. Setiap negara produsen kopi mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri dalam menentukan kriteria tersebut, akan diambil sebagian atau menyeluruh. Indonesia telah menerapkan standar mutu kopi biji berbasis uji fisik atas dasar jumlah nilai cacatnya sejak tahun 1990. Standar mutu ini telah mengalami beberapa kali revisi dan saat ini tertuang dalam Standar Nasional Indonesia [SNI] nomor 01-2907-2008. Revisi standard mutu dilakukan untuk merespons dinamika tuntutan pasar domestik dan global yang terus berkembang. Sehingga, kriteria mutu dalam SNI harus selalu merujuk pada persyaratan internasional yang dikeluarkan oleh ICO [International Coffee Organization]. Sedangkan, persyaratan mutu biji kopi premium dan spesialti sampai saat ini berkiblat ke SCAA. Standar ini tidak hanya mengatur kriteria uji fisik, tetapi juga mengkaitkan dengan aspek citarasa berikut syarat tambahan lainnya dari aspek ketelusuran [traceability], mulai dari kebun seperti, origin, varietas dan cara pengolahan sampai ke tangan konsumen.
STANDARD MUTU KOPI REGULAR
Syarat Mutu Umum
Penerapan standar mutu SNI ditujukan untuk menjamin konsumen mendapatkan produk yang berkualitas baik dari segi citarasa maupun kesehatan. Sedangkan, bagi produsen, standard mutu bisa digunakan untuk pemeringkatan mutu biji kopi yang dihasilkan dan sebagai acuan untuk pengawasan mutu saat proses produksi agar tidak keluar dari kriteria dan persyaratan mutu yang telah ditetapkan [Tabel 1].
Tabel 1. Syarat mutu umum.
No | Kriteria | Persyaratan |
1 | Serangga hidup | Tidak ada [nil] |
2 | Biji berbau busuk dan atau berbau kapang | Tidak ada [nil] |
3 | Kadar air [berat/berat] | Maks 12,5 % |
4 | Kadar kotoran non-kopi [berat/berat] | Maks 0,5 % |
Disebut syarat umum karena kriteria ini berlaku untuk biji kopi arabika dan robusta baik yang diolah secara proses kering maupun proses basah. Esensi kriteria umum ini adalah untuk menjamin biji kopi bebas dari kotoran yang berpotensi mengganggu kesehatan, seperti serangga, mikroba dan benda padat non-kopi lainnya. Kadar air juga dimasukkan dalam kriteria umum dengan nilai maksimum 12,5 % [Gambar 2].
Nilai kadar air biji kopi 12,5 % adalah kadar air kesetimbangan di lingkungan dengan kelembaban relatif udara 70 %. Pada kadar air lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kopi berpotensi mudah terserang jamur yang menyebabkan umur simpannya menjadi lebih pendek. Sebaliknya, nilai kadar air kurang dari 12,5 % dianggap merugikan. Karena biji kopi akan menyerap kembali uap air dari udara sekelilingnya. Secara ekonomis, pengeringan yang terlalu lama juga dianggap pemborosan biaya dan waktu, serta menurunkan bobot hasil biji kopinya.
Syarat Mutu Khusus
Kriteria mutu yang termasuk dalam syarat khusus adalah ukuran biji. Disebut syarat khusus karena kriteria ini memiliki syarat mutu yang berbeda antara biji kopi robusta yang diolah secara proses kering dan proses basah. Meski demikian, syarat ukuran biji kopi arabika tidak dibedakan atas dasar metode pengolahannya. Secara laboratorium, ukuran biji kopi ditentukan dengan metoda pengayakan bertingkat yang disusun berurutan atas dasar diameter lubang saringannya. Untuk biji kopi arabika, ayakan terdiri atas 3 tingkat; lubang saringan ayakan paling atas 6,50 mm, diikuti lubang saringan ayakan tengah 6 mm dan lubang saringan ayakan 5 mm dan paling bawah berfungsi sebagai penampung kotoran [Gambar 3].
Saat perangkat vibrator mesin pengayak dihidupkan, biji ukuran besar akan tertinggal di atas ayakan paling atas, biji ukuran medium tertahan di ayakan tengah dan biji ukuran kecil akan lolos lubang ayakan berikutnya. Persentase masing-masing ukuran biji dihitung atas dasar perbandingan massa biji kopi yang tertinggal di setiap ayakan dibagi dengan massa total sampelnya. Hasil analisa ukuran biji kopi arabika harus memenuhi persyaratan seperti disajikan pada Tabel 2 berikut,
Tabel 2. Syarat mutu khusus biji kopi arabika.
Ukuran | Kriteria | Persyaratan |
Besar | Tertahan ayakan 6,5 mm [no. 16] | maks lolos 5 % |
Sedang | Lolos ayakan 6,5 mm, tertahan ayakan 6 mm [no. 15] | maks lolos 5 % |
Kecil | Lolos ayakan 6 mm, tertahan ayakan 5 mm [no. 13] | maks lolos 5 % |
Susunan ayakan biji robusta proses pengolahan kering hanya terdiri atas 2 tingkat, yaitu ukuran lubang 6,5 mm bagian atas dan di bawahnya ukuran lubang saringan 3,5 mm. Sedangkan ayakan biji robusta pengolahan basah tersusun atas 3 tingkakan. Lubang saringan ayakan paling atas 7,50 mm, diikuti lubang saringan ayakan tengah 6,5 mm dan lubang saringan ayakan 5,5 mm. Kriteria dan persyaratan hasil analisa ukuran biji kopi robusta disajikan pada Tabel 3 berikut,
Tabel 3. Syarat mutu khusus biji kopi robusta.
A. Kopi robusta pengolahan kering | ||
Ukuran | Kriteria | Persyaratan |
Besar | Tertahan ayakan 6,5 mm [no. 16] | maks lolos 5 % |
Kecil | Lolos ayakan 6,5 mm, tertahan ayakan 3,5 mm [no: 9 ] | maks lolos 5 % |
B. Kopi robusta pengolahan basah | ||
Ukuran | Kriteria | Persyaratan |
Besar | Tertahan ayakan 7,5 mm [no.19] | maks lolos 5 % |
Sedang | Lolos ayakan 7,5 mm, tertahan ayakan 6,5 mm [no.16] | maks lolos 5 % |
Kecil | Lolos ayakan 6,5 mm, tertahan ayakan 5,5 mm [no 14] | maks lolos 5 % |
Kualitas biji kopi dianggap baik jika persentase biji ukuran besar makin tinggi. Bagi negara produsen kopi, tidak ada ukuran pemeringkatan untuk klasifikasi biji kopi yang berlaku universal. Masing-masing negara produsen memiliki istilah dan urutan pemeringkatan yang sering diterapkan sebagai standar minimal untuk ekspor [Tabel 4].
Persentase massa biji dari setiap sampel yang tertahan di atas setiap ayakan akan menentukan peringkat mutu dari populasi biji kopi yang diuji [Tabel 5].
Tabel 5. Peringkat mutu kopi atas dasar ukuran bijinya.
Mutu | Persyaratan |
Kelas 0 [AA] | Tertahan saringan 7 mm |
Kelas I [A] | Lolos saringan 7 mm dan tertahan saringan 6,5 mm |
Kelas II [B] | Lolos saring 6,5 mm dan tertahan saringan 6 mm |
Kelas III [C] | Lolos saringan 6 mm dan tertahan saringan 5 mm |
Kelas IV [PB] | Lolos saringan 5 mm dan tertahan saringan 4 mm |
Kriteria ukuran biji kopi memiliki korelasi positif dengan citarasa. Buah kopi petik merah akan menghasilkan ukuran biji kopi lebih besar daripada petik kuning. Jenis dan jumlah kandungan senyawa pembentuk citarasa pada biji kopi hasil petik buah merah dianggap sudah lengkap dan maksimal [4 kg/pohon]. Sedangkan, berat buah per pohon saat petik buah kuning hanya 3 kg [Gambar 4]. Selain itu, biji besar juga dikaitkan dengan ekosistem kebun yang cocok dan perawatan tanaman kopi yang lebih baik.
Syarat Nilai Cacat
Cacat warna, bau dan bentuk biji kopi bisa diamati secara visual dan juga dengan indera penciuman. Cacat warna dan bau apek umumnya terjadi akibat serangan jamur saat biji kopi yang dijemur terlalu lambat. Penjemuran moderat dan terkontrol akan mencegah bau tersebut dan menghasilkan warna biji kopi biru-keabuan [grayish-blue] dan atau hijau-keabuan [grayish-green]. [Gambar 5].
Warna biji kehijauan memberikan sensasi citarasa yang seimbang [well-balanced] antara keasaman [acidity], sensasi bodi dominan [full body], rasa kopi dominan dan tidak menyebabkan rasa pertinggal [aftertaste] yang mengganggu. Sedangkan pengeringan yang terlalu cepat berpotensi warna biji berubah menjadi kecoklatan [brownish]. Warna biji seperti ini bisa juga disebabkan akibat petik buah muda. Warna biji yang demikian memberikan citarasa seduhan bodi ringan, kurang asam dan rasa kopi yang rendah. Tidak hanya saat penjemuran, cacat fisik pada biji kopi seperti tampak pada Gambar 6 muncul hampir di setiap tahapan proses produksi, dimulai saat pembentukan buah di kebun, pemeliharaan tanaman, pemanenan buah sampai pengolahan.
Sumber cacat berawal saat buah kopi masih dalam proses pertumbuhan. Kerusakan biji kopi saat masih dalam buah utamanya disebabkan oleh serangan penyakit [jamur] dan hama [serangga] serta pertumbuhan biji abnormal. Hal tersebut akan mempengaruhi citarasa biji kopi yang dihasilkan [Tabel 6].
Tabel 6. Penyebab cacat citarasa kopi selama pertumbuhan buah.
Daging buah merah hasil panen mengandung berbagai jenis senyawa organik yang mudah terurai oleh mikroba. Jika pengolahan buah kopi ditunda lebih dari 24 jam setelah panen, mikroba akan berkembang tidak terkontrol dan menghasilkan senyawa-senyawa ikutan yang menyebabkan berbagai jenis cacat citarasa [Tabel 7].
Tabel 7. Cacat citarasa kopi akibat panen dini dan penundaan pengolahan.
Secara garis besar, proses pengolahan buah kopi menjadi biji kopi kering dilakukan dengan 3 cara, yaitu, proses kering, proses basah dan proses semi basah. Buah kopi akan mengalami beberapa tahap perlakuan mekanik, fisik dan mikrobiologis, mulai dari saat pengupasan kulit buah, fermentasi, pengeringan, pengupasan kulit kering dan pengayakan. Biji kopi kemungkinan akan mengalami kerusakan yang berakibat pada perubahan tampilan fisik dan citarasanya [Tabel 8].
Tabel 8. Cacat citarasa kopi akibat perlakuan selama pengolahan.
Tabel 9. Peringkat mutu biji atas dasar jumlah nilai cacatnya.Peringkat mutu biji kopi regular ditentukan atas dasar temuan jenis dan jumlah biji cacat, seperti tersaji dalam Gambar 6 di atas. Nilai dari setiap temuan jenis cacat dalam sampel dihitung sesuai aturan dalam SNI nomor 01-2907-2008. Akumulasi jumlah nilai cacat dari setiap sampel akan menentukan peringkat mutu biji kopi yang diuji, seperti disajikan pada Tabel 9 berikut ini,
Mutu | Persyaratan |
Mutu 1 | Jumlah nilai cacat maksimum 11 |
Mutu 2 | Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25 |
Mutu 3 | Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44 |
Mutu 4a | Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60 |
Mutu 4b | Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80 |
Mutu 5 | Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150 |
Mutu 6 | Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225 |
Catatan: biji kopi arabika mutu 4 tidak dibagi menjadi dua sub mutu.
STANDARD KOPI PREMIUM dan SPESIALTI
Standar klasifikasi biji kopi klas premium dan spesialti ditetapkan oleh SCAA [Specialty Coffee Assosiation of America]. Standar SCAA merupakan metoda pemeringkatan mutu biji kopi atas dasar hubungan antara cacat biji dan citarasa biji kopi [Tabel 6, 7 dan 8]. Untuk analisis ukuran biji, SCAA menggunakan ayakan dengan ukuran lubang saringan nomor 14, 15, 16, 17, dan 18. Kesetaraan antara ukuran lubang dan nomor ayakan bisa dilihat di Tabel 4 di atas. Ukuran biji kopi hasil ayakan untuk setiap ukuran saringan harus konsisten dengan deviasi maksimum 5 %. Setelah diayak, sampel biji kopi tersebut selanjutnya melewati uji cacat sesuai dengan standar SCAA. Tidak seperti SNI, SCAA membagi kriteria biji cacat menjadi 2 golongan, yaitu cacat primer dan sekunder. Cacat primer adalah cacat biji yang berpengaruh negatif terhadap citarasa biji kopi. Sedangkan cacat sekunder dianggap tidak berpengaruh negatif terhadap citarasa biji kopi. Sumber-sumber cacat primer dan sekunder disajikan pada Tabel 10 berikut,
Biji kopi yang lulus dari uji ukuran dan uji cacat kemudian dianalisis lanjut citarasanya oleh tim panelis bersertifikat internasional yang dikeluarkan oleh Coffee Quality Institute [CQI]. Panelis uji kopi arabika spesialti disebut sebagai Qgrader yang memiliki kemampuan dalam metoda penilaian mutu biji kopi secara organoleptik. Sedangkan, panelis bersertikat untuk kopi robusta disebut Rgrader. Hasil penilaian [scoring] Qgrader akan memberikan korelasi antara jumlah nilai cacat yang terdeteksi dalam sampel biji kopi dengan citarasanya. Semakin kecil jenis dan jumlah nilai cacat dalam sampel akan memberikan nilai uji citarasa semakin tinggi [mendekati 100].
Sebelum tahap uji citarasa, sampel biji kopi akan melewati proses penyangraian [roasting] di mana Qgrader akan mengamati keseragaman warna biji hasil sangrainya. Dalam beberapa kasus, dijumpai ada cacat biji kopi yang sebelumnya tidak terdeteksi saat uji fisik, akan muncul paska penyangraian, yaitu biji mentah [quaker]. Sumber cacat ini adalah biji kopi hasil petik buah muda [warna hijau]. Biji muda tidak bisa matang saat disangrai dan terlihat warnanya kuning muda [Gambar 7]. Selain menjadikan warna biji hasil sangrai tidak homogen [belang-belang], biji “quaker” akan menyebabkan cacat citarasa akibat kandungan senyawa kimia pembentuk citarasa kopi belum terbentuk secara lengkap dan maksimal.
Setelah melewati serangkaian uji fisik dan uji citarasa yang panjang dan rumit oleh Qgrader di laboratorium, kriteria mutu untuk pemeringkatan biji kopi spesialti dan premium direkapitulasi dalam Tabel 11 berikut,